Kesempuranaan Dan Kecukupan Syari'ah

By | 7:33 PM Leave a Comment
Allah berfirman,

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam sebagai agama bagimu. " (QS. Al-Maidah: 3). 

Ayat yang mulia ini menunjukkan tentang kelengkapan dan kesempurnaan syari'at serta kecukupannya dalam segala hal yang dibutuhkan orang-orang dimana mereka diperintahkan Allah untuk mengabdi kepada-Nya seperti ditegaskan dalam firman-Nya,

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. "(QS. Adz-Dzariat: 56). 

Ketika menjelaskan ayat ke-3 dari surat Al Maidah tersebut. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya (II/19) berkata, "Ini adalah nikmat yang terbesar dari berbagai nikmat yang Allah berikan kepada umat ini. Yaitu Allah telah menyempurnakan untuk mereka agama mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan agama yang lain dan juga tidak membutuhkan nabi selain nabi mereka, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi ua Sallam. Oleh karena itulah, Allah menjadikan beliau sebagai penutup para nabi dan menjadikannya pula sebagai nabi yang diutus kepada seluruh manusia danjin. Maka tidak ada yang halal melainkan apa yang dihalalkannya dan tidak ada yang haram melainkan apa yang diharamkannya serta tidak ada agama yang benar kecuali agama yang disyari' atkannya.[Ibnu Jariri dan Ibnu Mundzir meriwayatkan pernyataan Ibnu Abbas tentang ayat ini. Disebutkan, "Allah memberitahukan kepada nabi-Nya dan orang orang mu'min bahwa Dia telah menyempurnakan agama bagi mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan tambahan untuk selama-lamanya." (Lihat: Ad-Durr Al Mantsur: III/17).]

Setiap hal yang disampaikan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah benar dan tepat, tanpa ada kebohongan dan kekeliruan sedikit pun di dalamnya. Allah berfirman,"Dan sempurnalah kalimat Rabbmu (Al Qur'an) sebagai kalimat yang benar dan adil." Artinya, benar dalam berita serta adil dalam perintah dan larangan-Nya. Maka ketika Allah menyempurnakan agama bagi umat Islam, berarti telah sempurna pula nikmat yang Allah berikan kepada mereka. Karena itu, tidak dibenarkan jika seseorang membuat ketentuan baru dalam syari'at. Sebab menambahkan syari'at berarti menyalahkan Allah dan memberi pengertian bahwa syari'at masih kurang dan belum lengkap. Dan tindakan tesebut bertolak belakang dengan apa yang telah dijelaskan dalam kitabullah (Al-Qur'an). Maka tidak terbayangkan bila manusia menambahkan syari'at Allah dan dianggap tidak tercela.[Al-Bid'ah wal Mashalih Al-Mursalah (hlm 111) oleh Taufiq Al-Wa'i]

Pemahaman ini adalah pemahaman yang diyakini oleh semua ulama Islam, dan segala puji bagi Allah, tetapi sayang, kebanyakan manusia mengingkarinya . Firman-Nya, "Dan mereka mengingkari karena kezhalimandan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini kebenarannya." (An-Naml: 115)

Diriwayatkan dari Thariq bin Syihab, ia berkata, "Orang-orang Yahudi berkata kepada Umar Radhiyallahu Anhu, 'Sesungguhnya kamu membaca ayat dalam kitabmu. Seandainya ayat itu turun kepada kami, orang-orang Yahudi, niscaya akan kami jadikan hari itu sebagai hari raya.' Umar Radhiyallahu Anhu berkata,' Apakah itu?' Mereka menjawab, ' Ayat' Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam sebagai agama bagimu.' Umar berkata, 'Demi Allah, sungguh aku mengerti hari diturunkannya ayat tersebut kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan waktu turunnya. Ayat itu turun kepadanya pada sore hari 'Arafah, hari Jum'at'. "[HR. Bukhari (45) dan Muslim (3017)]

Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

"Tidaklah Allah mengutus seorang nabi kepada suatu umat sebelumku, melainkan dia wajib menunjuki umatnya kepada kebaikan yang dia ketahui dan memperingatkan mereka dari keburukan yang dia ketahui. ". (HR. Muslim dari Ibnu Umar).

Imam Thabrani dalam Mu 'jam Al-Kabir (1647) menyebutkan riwayat dari Abu Dzar Al-Ghifari Radhiyallahu Anhu, ia berkata,

"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam meninggalkan kami dan tidak ada seekor burung yang mengepakkan kedua sayapnya di udara melainkan beliau menyebutkan kepada kami ilmu tentangnya." Ia berkata, "Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata, 'Tidak tersisa sesuatu pun yang mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka melainkan telah dijelaskan kepadamu'. [Sanadnya shahih. Lihai takhrijnya dalam Al-Iiman (21399). Ar-Risalalr 93, oleh Imam Asy-Syafi'i tah-qiq Syaikh Ahmad Syakir, dan Miftah Al-Jannah: 32 oleh As-Suyuthi Ta 'liq Badar Al-Badar.]

Hadits ini dengan jelas menyatakan bahwa setiap sesuatu yang mendekatkan kita kepada surga, maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah menjelaskannya kepada kita, dan segala sesuatu yang menjauhkan kita dari neraka, maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga telah menjelaskannya kepada kita. Oleh karena itu, suatu bid'ah, apa pun bentuknya, adalah penyanggahan terhadap syari'at dan kelancangan yang sangat buruk. Sebab dengan bid'ahnya itu, berarti pelakunya menyatakan bahwa syari'at tidak cukup dan tidak lengkap sehingga membutuhkan hal yang baru dan penambahan darinya.

Islam adalah dien yang sempurna. Itulah yang dipahami sepenuhnya oleh para shahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sebagaimana disebut kan dalam riwayat yang shahih, bahwa Ibnu Mas'ud berkata, "Ikutilah sun-nah, dan janganlah membuat bid'ah. Sebab sesungguhnya kamu telah dicukupkan, dan setiap bid'ah adalah sesat. "[HR. Abu Khaitsamah dalam "Al-Ilmu" (nomor 54) dari jalan Ibrahim An-Nakha'i ia berkata, telah berkala Abdullah. Dan sarad ini shahih Sebab sebagaimana dikenal dari Ibrahim dalam bentuk ini bahwa sanad tersebut diriwayatkan lebih dan satu orang dari Ibnu Mas'ud.]

Kesimpulannya, bahwa orang-orang yang menyatakan baik kepada hal-hal yang baru (bid'ah) sama dengan menyatakan bahwa syari'at tidak sempurna bagi mereka, sehingga firman Allah "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu" tidak dihiraukan lagi oleh mereka."[Al-rtishaminil.]

Dengan demikian maka Ahlu bid'ah mengatakan, baik secara langsung atau tidak langsung, bahwa syari'at tidak lengkap dan masih tersisa hal-hal yang harus dibenarkan. Sebab jika mereka meyakini kelengkapan dan kesempurnaan syari'at dari semua sisi, niscaya mereka tidak akan membuat hal-hal baru (bid'ah) dan tidak mengoreksi syari'at. Dan orang yang mengatakan, bahwa syari'at belum sempurna adalah sesat dari jalan yang lurus.

Ibnul Majisyun berkata, "Saya mendengar Imam Malik berkata, 'Barangsiapa yang membuat bid'ah dalam Islam dan dianggapnya sebagai kebaikan maka sesungguhnya dia menganggap Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mengkhianati risalah. Sebab Allah berfirman, "Pada hari ini telah Kusempurnakan bagimu agamamu." Maka, apa yang pada hari itu bukan agama, pada hari ini pun bukan agama juga. "[Al-I'tisham 1/49.]

"Sesungguhnya cara melaksanakan agama dan ibadah yang benar adalah apa yang telah dijelaskan oleh Pencipta manusia melalui lisan Rasul-Nya, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Maka, siapa yang menambahi atau menguranginya, sesungguhnya dia telah menyalahi Pencipta Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui karena dia meracik obat sendiri, maka boleh jadi sesuatu yang dianggap obat itu ternyata sebagai penyakit dan yang dianggap ibadah ternyata sebagai maksiat, sedang dia tidak merasa. Sebab agama ini telah benar-benar lengkap dan sempurna. Maka siapa yang menambahkan sesuatu ke dalamnya, sesungguhnya dia telah menyangka bahwa agama ini masih kurang dan dia menyempurnakannya dengan menganggap baik sesuatu itu menurut akalnya yang rusak dan khayalannya yang suram".[Mifiahul JannahLamllahaMallah hlm. 58oleh Al-Ma'shumidengan tahqiq saya]

Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya Al Qaul Al-Mufid (hal 38) berkata, ketika membantah sebagian orang yang melakukan bid'ah dalam sesuatu perkara menurut pendapat mereka sendiri, "Jika Allah telah menyempurnakan agama-Nya sebelum Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam meninggal, lalu untuk apa pendapat yang dibuat orang-orang setelah Allah menyempurnakan agama-Nya? Jika pendapat itu merupakan bagian dari agama menurut keyakinan mereka maka berarti bahwa agama tidak sempurna melainkan dengan pendapat mereka. Dan itu berarti penolakan terhadap Al-Qur'an. Dan jika pendapatnya tidak termasuk bagian agama, lalu apa manfaatnya dia menyibukkan diri dengan sesuatu yang tidak termasuk dalam agama?"

Ini adalah hujjah yang sangat kuat dan dalil yang agung, yang tidak mungkin bagi para penggagas bid'ah mampu untuk membantah dengan bantahan apa pun. Maka jadilah ayat yang mulia tersebut sebagai yang pertama-tama menampar wajah orang-orang yang menggagas bid'ah, menghinakan mereka dan mementahkan berbagai hujjah mereka."

Sebab "setiap pendapat yang baru setelah turunnya ayat ini adalah kelebihan, tambahan dan bid'ah".[Siyar A'lm An-Nabaia (XVIII/509).]
Newer Post Older Post Home

0 comments: